Sunday, March 22, 2015

IBNU FIRNAS (…- 274H/….-887M)

ad+1


Pendahuluan
Sepanjang sejarah peradaban manusia pasca menyebarnya ajaran agama islam dan literaturnya ke seluruh penjuru dunia, banyak sekali terjadi penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam segala bidangnya oleh para tokoh muslim, baik di bidang kedokteran, ilmu falak, fisika, kimia, pemikiran filsafat dan lain sebagainya, semua itu berkat berkembangannya pemikiran manusia yang berpedoman pada al-quran sebagai sumber ilmu pengetahuan yang menyuruh kita untuk mentadabburi alam semesta.  
Sebagai bukti nyata atas kemajuan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya, kita dapati ratusan bahkan ribuan buku literature kuno yang diwariskan para ulama terdahulu yang menjadi referensi premier ilmu pengetahuan di era modern, akan tetapi sangat disayangkan banyak sekali manupulasi sejarah islam yang membuat kita sering kali tertipu dengan fakta sejarah. Salah satu contohnya, dalam sejarah penerbangan selalu menyebutkan para tokoh non-muslim seperti Roger Bacon, wright bersaudara dan tokoh lainnya, dengan melupakan cikal bakal yang ditelorkan cendekiawan muslim ‘Abbas Ibnu Firnas al-Qurtubi (wafat tahun 274H/887M), walaupun sebelumnya pernah disebutkan ada usaha orang yunani bernama Ikarus[1] yang mencoba terbang akan tetapi usaha itu tidak berhasil, maka Ibnu Firnaslah penemu pertama teori dasar penerbangan dengan alat sekaligus berhasil mempraktekannya.
Dalam tulisan ringkas ini, kita akan membaca ulang biografi Ibnu Firnas dan karya-karyanya yang ikut memberikan perubahan dalam sejarah manusia, khususnya dalam kemajuan ilmu modern sekarang ini.


Nama
Tokoh muslim ini bernama asli Abu al-Qasim al-‘Abbas bin Firnas bin Wardas al-Takarti al-Qurtubi, dalam istilah barat dikenal dengan nama Armen Firman, ia berasal dari suku Amazigh di Maroko (suku Barbar Takarta atau Takarna[2], dikenal dengan kota Ronda di Spanyol sekarang). Para ahli sejarah berbeda pendapat dalam penentuan tahun kelahirannya, akan tetapi semua sepakat bahwa ia hidup pada akhir abad kedua memasuki ketiga hijriyah, tepatnya pada masa khalifah al-Hakam bin Hisyam (wafat 206H/ 832M), kemudian pada masa khalifah ‘Abdurrahman bin Hakam, kemudian khalifah Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Hakam raja bani Umayyah di Andalusia di abad 9 Masehi.
Para ahli sejarah juga sepakat bahwa Ibnu Firnas wafat pada tahun 274H/ 887M di Kordoba – Spanyol di umurnya yang ke-80, jadi dari kesepakatan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa Ibnu Firnas diperkirakan lahir pada tahun 194H/ 807M.

Kehidupan
Ibnu Firnas tumbuh besar di Kordoba, salah satu kota pusat ilmu pengetahuan di Andalusia, karena perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat menjadikannya kiblat dan tujuan utama para penuntut ilmu dari berbagai kalangan di belahan barat, sebagaimana ia menjadi kembaran kota Baghdad yang pernah menjadi kiblat ilmu dan ulama di timur.
Diusianya yang masih belia, Ibnu Firnas belajar al-Quran dan ilmu syariah di salah satu katatib (madrasah diniya) di kota Takarta, kemudian ketika menginjak usia dewasa, ia berpindah ke masjid jami’ Qordoba untuk memperdalam ilmu pengetahuannya baik dalam ilmu syariah, munadhara (dialog), jadal (debat), syair, literatur Bahasa (nahwu, saraf, dan balaghah) dan beberapa ilmu empiris seperti kimia, fisika, ilmu alam dan kedokteran. Berbeda dari para pendahulunya, Ibnu Firnas tidak sebatas belajar teori, ia juga mengujicoba keabsahan teori-teori tersebut untuk menghasilkan suatu formula yang pasti. Berkat kejeniusan dan kegigihannya dalam menggali ilmu menjadikannya sebagai salah satu ulama tersohor di zamannya, bahkan majlis ta’limnya dipadati para penuntut ilmu dari tanah Andalusia dan sekitarnya.
Hidup dalam lingkungan akademis, bergulat dengan ilmu, menyibukkan diri dengan penelitian, memperbanyak halaqah syair dan dialog ilmiah, membuat ibnu firnas semakin matang dalam berfikir, mahir dalam bidang ilmu yang ia tekuni dan fasih dalam bersyair. Namanya kian membumbung di udara andalusia, terkenal di kalangan para penyair Andalusia, semisal Muemin bin Sa’id dan Abu ‘Umar bin ‘Abdurabbih (pengarang kitab al-‘Aqdu al-Farid) dari kalangan penyair khalifah Muhammad bin ‘Abdurrahman.
Bait-bait syair Ibnu Firnas mulai terdengar di istana khilafah, salah satu syairnya yang terkenal adalah syair yang ia hadiahkan untuk khalifah Muhammad atas kemenangan melawan para pemberontak Thalithalah beserta para sekutunya dari Spanyol di tahun 240H/ 854M, bait syairnya berbunyi: [3]
ومؤتلف الأصوات مختلف الزحف
إذا أومضت فيه الصوارم خلتها
***
***
لهوم الفلا عبل القبائل ملتف
بروقًا تراءى في العمام وتستخفي
Ia juga terkenal dengan syairnya ketika mendiskripsikan rawdhah (taman):[4]
ترى وردها والأقحوان كأنه *** بها شفةٌ لمياَء ضاحكَها ثغرُ
Dalam buku Nafkhu al-thib min ghusni al-andalus al-rathib, al-maqarriy mengatakan pernah terjadi muhajaat (saling menyindir atau mengejek dengan syair) antara Ibnu Firnas dan Muemin bin Sa’id, diantara muhajaat mereka, syair Ibnu Firnas menyindir muemin[5] yang selalu menghindar dari hadapan ibnu firnas seperti halnya abu kayu yang diayak sehingga menjadi kebulan debu beramburan:
ترى أثَر الأعراد في جُحْر مؤمنٍ *** كآثار قُضْبٍ في رَمادٍ مُغَرْبَلِ
Sayang sekali muhajaat tersebut tidak terabadikan dengan sempurna, melainkan hanya potongan-potongan syair pendek, sehingga tidak memberikan kita gambaran muhajaat yang utuh.
Contoh lain dari muhajaat mereka, ketika ibnu Firnas memuji khalifah Muhammad bin ‘Abdurrahman dengan syair yang berbunyi:
رأيتُ أميرَ المؤمنين محمدًّا *** وفي وجهه بَذرُ المحبة يُثمِر
“Saya menatap amiru al-mueminin Muhammad, terlihat di wajahnya benih-benih kasih sayang yang selalu berbuah”. Mendengar bait syair tersebut, muemin bin sa’id berkomentar: “hina sekali apa yang kamu katakan ya ibnu firnas, kamu anggap wajah amiru al-mueminin ladang yang menghasilkan benih benih”, kemudian mencaci ibnu firnas.[6] 
Selain ia dikenal dengan penyair, ibnu firnas juga termasuk salah satu nuhad (ahli nahwu) di zamannya. Imam Zubaidi[7] dalam kitab Thabaqat al-Lughawiyin wa al-Nahwiyin mencantumkan nama ibnu firnas dalam peringkat ketiga dari para ahli nahwu dan sastra arab di Andalusia, ini menandakan bahwa ibnu firnas salah satu pakar ilmu sastra arab yang tersohor di zamannya. Beberapa buku sejarah andalus dengan tegas menyatakan, Ibnu Firnas orang pertama yang mensyarah kitab al-amstal fi ilmi ‘arudh karangan Imam Khalil al-Farahidi dan mengajarkannya di tanah Andalusia. Imam Zubaidi mendeskripsikan biografi Ibnu Firnas: “Ia adalah ‘Abbas bin Firnas bin Wardas, ahli dalam ilmu sastra, salah satu orang cerdas dan teliti yang menjadi rujukan dalam bidangnya”.[8]
Hal senada juga disampaikan Muhammad ‘Abdullah ‘Inan dalam bukunya Tarajim Islamiya Syarqiya wa Andalusia: “Para ulama di zamannya mengomentari biografi Ibnu firnas, bahwasannya ia adalah cendekiawan, penyair yang keluar dari mulutnya kata-kata mutiara yang penuh hikmah, menemukan hal-hal baru yang jarang ditemui, memiliki postur tubuh yang rupawan dan menawan layaknya air yang senantiasa membasahi apa yang dikenainya”.[9]
Tidak sebatas dalam bidang Bahasa, Ibnu Firnas juga menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, diantaranya ia menjadi pakar dalam ilmu alam dengan meneliti gejala-gejala alam dan mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat, pakar ilmu falak (astronomy), ilmu kedokteran, fisika matematika dan kimia[10]. Dengan kejeniusannya dalam menguasai berbagai bidang ilmu dan penerapannya, memudahkannya untuk bereksplorasi memunculkan penemuan-penemuan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, diantara penemuannya yang sangat patut dibanggakan, kemampuannya membuat kaca sebagai hasil dari ujicoba penggabungan zat-zat tertentu dalam ilmu kimia, penemuan pengolahan batu kristal, penemuan obat herbal yang berguna dalam kedokteran, penemuan peraga rantai cincin sebuah alat mirip estorlap yang digunakan untuk mengetahui peredaran matahari, bulan, bintang dan masih banyak lagi hasil karyanya yang akan kita ulas pada pembahasan selajutnya. Atas segala penemuan dan keluasan ilmunya tersebut ia pantas menyandang gelar cendekiawan Andalusia.

Guru dan murid
Sejauh penelaahan penulis, masih sangat sedikit sekali referensi sejarah dan biografi tokoh yang membahas biografi Ibnu Firnas, bahkan hanya dalam hitungan jari, hal tersebut menyulitkan kita untuk mengetahui siapa para guru dan murid yang pernah menuntut ilmu darinya. Kita hanya bisa mengumpulkan data sejarah biografinya dari buku-buku literatur sastra arab yang kondisinya masih terpencar-pencar.
Masih menurut hemat penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan minimnya tulisan tentang biografi Ibnu firnas, diantaranya:
1.      Pribadi Ibnu Firnas yang merupakan ‘alim mawsu’i (cendekiawan) yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu-ilmu empiris di abad permulaan penyebaran islam, dimana mayoritas ulama lebih condong menekuni ilmu agama dibanding ilmu alam, sehingga sedikit sekali ketertarikan para sejarahwan untuk mencatat perjalan sejarahnya.

2.      Selain itu juga, karena faktor tidak adanya buku karangan yang ia wariskan untuk generasi setelahnya, hal ini menjadikan ilmu dan karya agungnya hilang ditelan masa. Dengan tidak adanya catatan seperti ini yang menyebabkan mudahnya memanipulasi sejarah, khususnya sejarah para tokoh islam.

Kiprah
Pada pembahasan ini kita akan membahas karya ibnu Firnas dengan lebih terperinci dari apa yang kita sebutkan diatas, diantara karyanya yang masih dapat kita lihat sekarang adalah sebagai berikut:
1.      Penemuan al-miqatah (jam air yang menggunakan sistem bayangan matahari[11]), Ibnu firnas adalah penemu pertama jam air sepanjang sejarah peradaban manusia, sebagaimana disebutkan dalam buku al-A’lam, Dr. Idris Kharsyaf.

Alat tersebut ia persembahkan untuk khalifah Muhammad ‘Abdurrahman (238-273H/ 851-886M), dan ia lampirkan bait-bait syair didalamanya[12], yang berbunyi:
ألا أنني للدين خير أداة
ولم تر شمس النهار ولم تنسـ
بيمن إمام المسلمين محمد تجلـ
***
***
***
إذا غاب عنكم وقت كل صلاة
ـر كواكب ليل حالك الظلمات
ـت عن الأوقات كل صلاة

2.      Penemuan al-minqalah, yaitu alat penghitung waktu. Dr. Idris al-Kharsyaf[13] mengatakan dalam buku al-A’lam fi ma’rifati awqati al-shala wa ma’rifati al-ayyam: “Salah satu alat yang didesain ibnu firnas adalah al-minqalah, yaitu alat penghitung waktu, seperti apa yang masih ada di Masjid al-Kabir di kota Tanger sekarang ini”.

3.      Penemuan alat zdat al-halaq (peraga rantai cincin), yaitu sebuah alat yang mirip dengan estorlap, alat tersebut berfungsi untuk mengetahui rotasi matahari, bulan dan planet-planet di angkasa, dengan menggabungkan ilmu falak, matetika dan fisika. Dalam istilah sekarang alat itu dikenal dengan nama Sphère Armillaire.

Alat tersebut ia persembahkan ke khalifah ‘Abdurrahman bin al-Hakam (206-238H/819-851M), ia juga melampirkan bait syair tentang penggunaan dan fungsi alat tersebut[14], isi dari bait syairnya:
قد تمّ ما حملتني من آلة
لو كان بطليموس ألهم صنعة
فإذا رأته الشمس في آفاقها
ومنازل القمر التي حجبت معا
يبدون فيها بالنهار كما بدت
***
***
***
***
***
أعيا الفلاسفة الجهابذ دوني
لم ليثقل بجداول القانونِ
بعثت إليه بنورها الموزون
دون العيون بكل طالع حين
باليل في ظلماتهن الجون

4.      Penemuan kubah langit, yaitu sebuah kubah yang didesain sebagai miniatur langit dan isinya, dengan gambar menyerupai awan, bulan, bintang, petir yang sangat menakjubkan. Hal ini membuat para warga andalus berbondong-bondong mendatangi rumah Ibnu Firnas untuk menyaksikan pemandangan indah di atap rumahnya, sebagaimana disebutkan para sejarahwan seperti al-Zarkili dan Dr. Rihab Hadhar ‘Akawi dalam bukunya ‘Abqariyatu al-Islam.
­­­­
Melihat kemegahan kubah ibnu firnas penyair muemin bin sa’id yang selalu kontra dengan Ibnu Firnas melantunkan syair satirisnya:[15]
سماءُ عباس الأديب أبي الـ
أمّا ضُراطُ اسْتِهِ فراعدها
لقد تمنيتُ دوَّمها فكريَ
***
***
***
ـقاسم ناهيكَ حسنُ رائقِها
فلَيْتَ شعري ما لَمعُ بارقِها
بالبصق في است خالقها

5.      Penemuan kaca silika dan kaca murni tidak berwarna dari batu dan pasir.
Para ahli sejarah telah sepakat bahwa ibnu firnas penemu pertama kaca dari batu dan pasir di andalusia, menjadikan benda ini tidak hanya dimiliki orang-orang kaya di zaman itu, akan tetapi bisa dimiliki siapa saja yang membutuhkan, dan inilah faktor pendorong ibnu firnas untuk terus bereksperimen menerapkan ilmu kimia, hingga menemukan hal-hal baru yang berguna bagi kemaslahatan manusia.

6.      Penemuan teori penerbangan pertama kali.
Ibnu Firnas penemu pertama teori penerbangan dalam sejarah, pada awalnya ia terinspirasi oleh burung yang dapat terbang bebas di angkasa dengan sayapnya, ia berkeyakinan manusia juga pasti bisa terbang, maka ia mencoba merancang peralatan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mempelajari berat tubuh manusia dan tekanan udara serta pengaruhnya terhadap tubuh di udara. Ilmu pengetahuannya di bidang ilmu alam, matematika dan kimia memudahkannya untuk mengetahui karakteristik benda termasuk tubuh manusia.

Pada kali pertama percobaannya tahun 239H/852M sekitar di umur 35 tahun, ia mencoba terbang dengan parasit lebar yang dari batang kayu ringan dan kain dari menara masjid kordoba, ia berhasil mengudara bebarapa meter saja, kemudian terjatuh dan mengakibatkan luka-luka ringan[16]. Para masyarakat terkagum-kamum menyaksikan keberhasilan ibnu firnas. Setelah percobaan pertamanya itu, ia berusaha untuk membenahi dan melengkapi kekurangannya selama bertahun-tahun.

Di usia senjanya sekitar umur 65 tahun, ia mencoba terbang kesekian kalinya dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari serat sutra putih yang serat dan padat, kemudian ia balut dengan bulu-bulu burung nasar, dan sepasang sayap dari kayu dan parasit kain sutra. Disebutkan dalam buku mausu’a tarikh al-andalusia, ibnu firnas melompat dari anak bukit jabal al-‘arus[17] (gunung ‘arus atau mount of the Bridge) di kota Min Aqwat atau dalam Bahasa spanyol disebut Monte Agudo dekat kota Balnasia.
­
Sambil menunggu kerumunan masyarakat yang akan menyaksikan ujicobanya kali ini ia berkata dengan suara lantang: “والآن أستأذنكم لأحلق في الجو كالطائر، فإن سارت الأمور على ما يرام، فسأتمكن من العودة إليكم سلما” (Dan sekarang saya minta doa restunya untuk terbang di udara layaknya burung, seandainya semuanya ini berhasil, maka saya akan kembali dengan selamat), kemudian ia melompat dari puncak bukit dan berhasil terbang dalam beberapa waktu kurang lebih 10 menit sebelum akhirnya gagal mendarat yang mengakibatkan cidera parah di tulang punggung[18], dalam beberapa riwayat disebutkan tulang rusuknya patah. Kegagalan itu karena ia lupa memperhatikan bagaimana burung menggunakan ekornya untuk mendarat, diapun lupa untuk menyiapkan ekor di tempat yang tepat pada manusia terbang ketika akan mendarat.

Salah satu saksi mata yang ikut menyaksikan percobaan tersebut mengatakan: “Ibnu Firnas telah berhasil terbang di udara layaknya burung, akan tetapi ketika ingin mendarat di tanah ia terkena musibah di punggungnya, dikarenakan ia tidak menggunakan ekor, dan mungkin tidak memperhatikan burung ketika akan landas pasti menggunakan ekornya”.[19] Itulah kenapa pesawat terbang ketika akan lepas landas pasti dengan roda belakang yang lebih dahulu menyentuh tanah kemudian roda depan, hal itu karena belajar dari burung dan pengalaman ibnu firnas.


Keberhasilan ibnu firnas untuk terbang menjadi buah bibir di khalayak luas penduduk kordoba, disetiap sudut kota terdengar kerumungan membicarakannya, namun tidak semua orang menyukai apa yang dilakukan Ibnu Firnas, banyak juga kalangan yang semakin gerah dibuatnya, ibarat kata orang “Dimana ada hujan disana pasti ada petir”, disetiap kesuksesan pasti ada juga yang menghasutnya. Muemin bin sa’id yang dikenal dengan julukan al-Sya’ir al-sakhir (penyair satiris) selalu menjelek-jelekkan ibnu Firnas, hal itu ia ungkapkan dengan bait syairnya yang berbunyi:
يطمُّ على العنقاء في طيرانها *** إذا ما سحا[20] جسمانَه ريش قشعمِ
7.      Penemu alat menyerupai pena tinta, dalam penemuannya itu Ibnu Firnas berniat untuk menyumbangkan suatu penemuan yang dapat memudahkan para penulis buku dimanapun berada.[21]

8.      Ia berhasil mengembangkan proses pemotongan batu Kristal, yang pada saat itu hanya orang-orang Mesir saja yang mampu melakukannya, berkat penemuan itu, Andalusia tidak lagi membutuhkan tenaga ahli dari Mesir, karena bisa diselesaikan dalam negeri.

Kecintaannya terhadap musik
Disamping dari prestasinya dalam dunia intelektual, Ibnu Firnas juga gemar memainkan musik, bahkan ia menciptakan alat pukul bernama al-riq (semacam rebana) dan mahir mendendangkan lagu dengan petikan ‘ud (gitar arab klasik). Kecintaanya tersebut mengundang perbincangan para fuqaha dan warga biasa, bahkan menuduhnya sebagai pengikut zanadiqa, akan tetapi tak seorangpun yang memiliki bukti atas tuduhan tersebut.[22]
Kemahiran ibnu firnas dalam dunia musik mulai terdengar di istana khalifah, sehingga suatu ketika khalifah Muhammad bin ‘Abdurrahman mengundannya di acara pesta istana, pada kesempatan ini Ibnu Firnas melantunkan lagu dengan suara indahnya. Sebagaimana disebutkan sejarahwan pada zamannya, ada dua lagu yang ia dendangkan saat itu, yang pertama berawalkan syair:
الجهل ليلٌ ليس فيه نور *** والعلم فجرٌ نوره مشهور
Dan yang kedua terdiri dari empat bait syair yang ia tuliskan di atas buah apel yang ia berikan ke khalifah, bait syairnya berbunyi:
تُفاحة مصفَرة البعض
أمنتَها ذاك وكسيتها
وقلت فيها الحق من بعد
محمد أكرمُ مستخلف
***
***
***
***
نحو فيها من ألم العضّ
حسنا بذا من ذنيب محض
ذا وما لقول الحق من نقض
من خلفاء الله في الأرض
Mendengar pujian tersebut sang khalifah menghadiahkan untuknya 400 dinar sesuai jumlah bait syair yang ia berikan, kemudian khalifah pun berkata: “seandainya kamu tambahkan lagi bait-bait syairmu, maka pasti akan aku tambahkan dinar untukmu”.[23]
Kecintaannya terhadap musik membukakan pintu pergaulannya dengan banyak orang, selain dikenal dengan seorang cendekiawanan, ia juga dikenal dengan pribadi yang supple, yang mudah bergaul dengan semua kalangan. Pernah suatu ketika ia bertamu ke rumah sahabatnya yang bernama Mahmud bin Abi Jamil, tidak ia duga ternyata di rumah Mahmud ada seorang penyair sekaligus penyanyi kondang yang juga sedang bertamu, namanya Abu al-hasan ‘Ali bin Nafi’ yang dikenal dengan nama Ziryab[24] serta beberapa tamu lainnya. Kedatangan Ibnu Firnas disambut hangat oleh mereka, kemudian dihidangkanlah untuknya jamuan makanan untuk para tamu. Setelah berbincang ringan, ziryab mulai melantungkan lagu dengan bait syair yang berbunyi:
ولو لم يشُقني الظاعنون لشَاقَني
تداعَيْن فاستَبكيْنَ مَن كان ذا هوًى
***
***
حمامٌ تداعَتْ في الديار وقوعُ
نوائحُ ما تجرى لهن دموعُ
Para tamu pun bersorak gembira mendengar melodi suara emas ziryab yang menembus telinga dan membius jiwa melalui saraf-saraf batin. Melihat efek bius lagu ziryab Ibnu Firnas mencoba ikut menghangatkan suasana langka itu, ia mengambil ‘ud dan memetiknya dengan lantunan lagu syair yang berbunyi :
شدَدتُ بمحمودٍ يدًا حين خانَها
بنَى لمساعى الجُود والمجدِ قبَّةً
***
***
زمانٌ لأسبابِ الرجاء قطوعُ
إليها جميعُ الأجوَدِين ركوعُ
Mahmud dan para tamunya sangat terhibur sekali dengan kehadiran dua pendendang lagu saat itu, ia pun menghadiahkan qubbah (peci) dan kiswah (jubah) kesayangannya kepada Ibnu Firnas sambil mengatakan : "aku persembahkan ini untukmu ya Ibnu Firnas, karena kamu sudah menyebutnya dalam syair lagumu, untuk kesempatan berikutnya kami akan bertamu ke rumahmu".[25]

Fitnah buta
Segala jerih payah Ibnu Firnas memang patut dibanggakan, pasalnya banyak sekali sumbangsih yang ia berikan untuk kemajuan peradaban islam di tanah andalusia, kemudian meluas ke penjuru dunia dan kita rasakan saat ini, akan tetapi sudah menjadi sunna tullah; setiap sesuatu diciptakan dengan saling berlawanan, ada malam juga ada siang, ada kebaikan juga ada kejahatan, begitu juga ada usaha untuk kemajuan pasti ada juga yang mencoba untuk menggagalkannya.
Dan inilah apa yang terjadi pada Ibnu Firnas, dibalik penemuannya yang gemilang ada para penghasut yang ingin menghancurkannya dengan berbagai cara, salah satunya dengan fitnah buta yang digencarkan para fuqaha dari pihak lawan. Ia dituduh melakukan praktek sihir dan sulap dalam setiap penemuannya, bahkan dalam percobaannya untuk terbang pun dianggap tipu muslihat dengan bantuan kekuatan ghaib, lebih dari itu ia dituduh kafir dan zindiq, hingga akhirnya dia diseret ke meja hijau untuk diadili di depan hakim kordoba, ketika itu bernama Qadhi Sulaiman bin Aswad al-Ghafuqi[26], peradilan tersebut digelar di masjid jami’ Kordoba. Para saksi didatangkan untuk memberikan kesaksiannya, diantara kesaksian mereka ada yang mengatakan: “Saya mendengar ibnu firnas mengucapkan mantra “مفاعيل مفاعيل”, ada juga yang mengatakan: “saya pernah melihat darah mengalir dari parit di rumahnya pada malam bulan Yanir (Januari dalam istilah masehi), dan lain sebagainya dari kesaksian dusta para orang-orang bodoh.
Akan tetapi berkat kejernihan pikiran Qadhi Sulaiman bin Aswad, walaupun ia terkenal tegas dan keras dalam mengambil keputusan, ia tidak mudah terpengaruh dengan kesaksian palsu mereka, ia melihat apa yang dilakukan Ibnu Firnas mutlak berdasarkan ilmu pengetahuan dan percobaan ilmiah. Dan akhirnya ibnu firnas terbebaskan dari tuduhan fitnah buta yang mengancam kehidupan dan kebebasannya dalam bereksperimen.
Hal serupa juga menimpa teman-teman sejawatannya dari kalangan ulama dan fuqaha, seperti apa yang terjadi pada penyair sekaligus failusuf Yahya al-Ghazal al-Hayani[27], faqih Baqiy bin Mukhlid ‘Amid yang dituduh sebagai pengikut zanadiqa, hingga pada akhirnya untuk membuktikan tuduhan tersebut khalifah Muhammad bin ‘Abdurrahman menggelar majlis munadhara (debat). Pada majlis tersebut Baqiy bin Mukhlid mampu menaklukkan argumen lawan sekaligus mematahkan tuduhannya dan terbebas dari fitnah.
Fitnah-fitnah semacam ini kerap terjadi di Andalusia, karena pada zaman itu terjadi banyak sekali gerakan persaingan yang sangat kuat, baik yang bersifat pribadi perorangan maupun politik pemerintahan.[28]

Wafat
Disebutkan dalam beberapa riwayat Ibnu Firnas wafat akibat kegagalan yang terjadi ketika landas pada percobaan terbangnya, riwayat ini tidak dibenarkan, karena setelah terjadi kecelakaan tersebut justru membuat ibnu Firnas kian giat melakukan ujicoba laboratoirum sehingga menghasilkan penemuan baru lainnya, seperti pembuatan kaca murni dari batu dan pasir, pengembangan proses pemotongan batu Kristal, penemuan jam air, penemuan peraga rantai cincin dan lain sebagainya. 
Untuk mengabadikan nama Ibnu Firnas atas segala jasa dan penemuannya di berbagai bidang ilmu, Libya menerbitkan prangko bergambarkan ibnu Firnas dan menetapkan nama hotel bandara di Tripoli dengan nama Ibnu Firnas. Berbeda dengan di Iraq, disana nama ibnu firnas menjelma dengan bentuk patung di jalan menuju bandara internasional Baghdad, kemudian salah satu bandara di Iraq utara memakai nama Ibnu Firnas. Namanya juga abadi di salah satu kawah permukaan bulan.

Penutup
Sebagai penutup, penulis mengutip perkataan imam ‘Abdu al-Razaq bin Himam bin Nafi’ al-Shan’ani:
سمعت سفيان الثوري يقول لرجل من العرب: "وَيْحكم، اطلبوا العلم فإني أخاف أن يخرج العلم من عندكم فيصير إلى غيركم فتذلون. اطلبوا العلم فإنه شرف في الدنيا وشرف في الآخرة".
Saya mendengar Sufyan al-Stawri berkata kepada seseorang dari arab: “Celakalah kalian, tuntutlah ilmu karena saya takut suatu saat nanti akan hilang ilmu dari kalian dan kalian dapati pada orang-orang selain kalian, maka kalian akan menjadi hina. Tuntutlah ilmu, karena ia adalah suatu kemuliaan di dunia dan di akhirat".
Sangat tepat sekali apa yang dikatakan sufyan untuk para kaum muslim sekarang ini, banyak sekali ilmu pengetahuan yang dulu pernah ditemukan dan dikembangkan para tokoh muslim kini berada pada orang-orang non-muslim. Kaum muslim sekarang hanya menjadi ekor yang letaknya selalu berada dibelakang dan selalu diremehkan, karena kita hanya sibuk membanggakan apa yang pernah diperbuat pendahulu kita tanpa disertai usaha yang sama bahkan melebihi dari usaha mereka. Maka dengan hadirnya tulisan ringkas ini dapat memotivasi para kaum muslim untuk bangun dari tidur yang berkepanjangan, bangkit untuk mengembalikan kejayaan yang dulu pernah diperjuangkan para pendahulunya.

-oOo-
Penulis
Habib Chairul Mustain
Mahasiswa S2, Institut Dar al-Hadist al-Hasania – Rabat.
+2126 33 32 33 45




[1]. Mausu’a tarikh al-Andalus, Dr. Husein Muenis. jilid 1, hal: 91.
[2]. Takarna adalah salah satu kota di andalusia selatan, lihat: mausu’a tarikh al-andalus, Jilid 1, hal: 90. Mu’jam al-‘Ulamae al-‘Arab, Baqur Amin al-Ward; juz 1, hal: 142.
[3]. Tarajim islamiya syarqiya wa Andalusia, hal: 269.
[4]. Jazdwatu al-muqtabis fi zdikri wulati al-andalus, al-humaidi. Hal: 318.
[5]. Al-mughrib fi hilyi al-maghrib, hal 333.
[6]. Nafkhu al-thib min ghusni al-andalus al-rathib, jilid 3, hal: 375.
[7]. Bernama asli Abu Bakar Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah bin Basir al-Zubaidi, lahir dan besar di Isbiliya, menggemari ilmu sastra arab dan sejarah, sehingga menjadi salah satu pakar dalam bidangnya pada zamannya. Diantara dari karnyanya:
1- Thabaqat al-Nahwiyin wa al-Lughawiyin (dicetak), 2- Abniyatu al-Asmae. 3- Lahnu al-‘Ammah. (dicetak tahun 1970). 4- Mukhtashar al-‘Iin (manuscript). 5- al-Intishar li al-Khalil. 6- Hatko Sutur al-Mulhidin fi al-Rad ‘ala ibn Musirra. Lihat: Thabaqat al-Nahwiyin wa al-Lughawiyin, hal 2-4.
[8]. Thabaqat al-Nahwiyin wa al-Lughawiyin, hal 268-270.
[9]. Ibid. Hal 268.
[10]. Mu’jam al-‘Ulamae al-‘Arab, Baqur Amin al-Ward; juz 1, hal: 142.
[11]. Mausu’atu tarikh al-andalus, jilid 1, hal: 90.
[12]. Tarajim islamiya syarqiya wa Andalusia, hal: 268.
[13]. Salah satu putra terbaik maroko kelahiran di kota Tanger tahun 1943, profesi sebagai dosen di Universitas Muhammad V jurusan Matematika dan informatika. Orang maroko pertama yang mendapat nobel orang paling berpengaruh dalam ilmu pengetahuan dan pemikiran dari Universitas Wildenberg Amerika Britania tahun 2003. 
[14]. Tarajim islamiya syarqiya wa Andalusia, hal: 267.
[15]. Nafkhu al-thib min ghusni al-andalus al-rathib, jilid 3, hal: 374.
[16]. 1001 Inventions the enduring legacy of Muslim civilization, hal 308.
[17]. Ibid. hal 309.
[18]. Ibid. hal 309.
[19]. Ibid. hal 309.
[20]. Di riwayat lain disebutkan (ما كسا) lihat: nafkhu al-thib min ghusni al-andalus al-rathib, jilid 3, hal: 374.
[21]. Ibid, hal: 91.
[22]. Ibid, hal: 91.
[23]. Tarajim islamiya syarqiya wa Andalusia, hal: 268.
[24]. Pada awalnya ia hanyalah pelayan khalifah al-Mahdi penguasa dinasti ‘Abbasiya, ia juga salah satu murid penyanyi istana yang tersohor Ibrahim al-Mushil, karena memiliki bakat suara emas yang mampu memikat khalifah al-Mahdi, ia diancam oleh gurunya Ibrahim, akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari baghdad ke qayrowan (tunis), disanalah ia mendapat julukan ziryab yang berarti burung hitam, karena kulitnya yang hitam. Disana pula ia meniti karirnya sebagai pendedang lagu, ketenarannya terdengar hingga andalus. Pada tahun 206H pertama kali ia menginjakkan kaki di tanah andalus memuhi undangan khalifah ‘Abdurrahman bin Hakam. Ia termasuk orang yang paling berpengaruh dalam peradaban islam di Andalusia, pasalnya ia orang pertama yang mengenalkan budaya hidup islam timur, seperti cara mengenakan pakaian suf (kain wol) di musim dingin dan pakain katon di musim panas, cara memangkas rambut, cara makan dengan sendok dan garpu sebagaimana budaya bani abbas di baghdad. Lihat: Mausu’a tarikh al-Andalus, Dr. Husein Muenis. jilid 1, hal: 87-90.
[25]. Thabaqat al-Nahwiyin wa al-Lughawiyin, hal 269-270.
[26]. Ia bernama sa’id bin sulaiman bin habib al-ghafiqi, dikenal dengan nama Aba khalid, berasal dari kota ghaniq, diangkat sebagai qadhi di kordoba di masa khalifa Abdurrahman bin Hakam, menggantikan pamannya yang sebelumnya menjadi qadhi di kordoba. Lihat: al-muqtabis min anbaei al-andalus, Ibnu Hayyan. Hal: 188.
[27]. Ia bernama yahya bin al-hakam al-bakri al-hayani dikenal dengan nama al-ghazal. Lahir tahun 156H/773M, dan wafat tahun 250H/864M.
[28]. Ibid. hal 269-270. 

Artikel ini saya tulis sebagai bentuk kontribusi saya pada penulisan buku briografi ulama muslim oleh PPI Maroko. 
-oOo-

1 comment:

Home About-us Privacy Policy Contact-us Services
Copyright © 2014 kite | All Rights Reserved. Design By Templateclue - Published By Gooyaabi Templates